Ya Allah, Cukuplah Sampai di Sini..

Ya Allah, kami takut lelah atas musibah demi musibah ini. Kami takut, musibah yang beruntun ini sebagai suatu yang biasa, sehingga kami kehilangan rasa cinta, dan tak hendak lagi tolong-menolong. Kami takut kehilangan pegangan, kehilangan rasa kemanusiaan, lelah berharap, panik, dan menjadi putus asa.

Ya Allah, kami yang bodoh dan hina ini tidak ingin berprasangka buruk, tak ingin lagi bertanya, apakah segala bencana ini tanda cinta atau kemurkaan-Mu? Bantulah kami memahami semua yang terjadi dan hentikan ketakutan kami.

Cukuplah kaum Nabi Nuh as, kaum Nabi Luth as merasakan kepedihan karena ingkar, jangan lagi timpakan kepada kami bencana. Cukupkan ya Allah, cukupkan sampai di sini.

Belum kering tanah makam saudara-0saudara kami di Yogyakarta dan Jawa Tengah, belum tumbuh pohon-pohon di pusara, belum lekang ingatan kami jerit perih bayi dan anak-anak akibat gemba tektonik. Belum mengatup luka di tubuh saudara-saudara kami. Kini, 17 Juli, Senin sore yang cerah, gempa diikuti gelombang pasang telah pula melanda Pangandaran, Ciamis, Cilacap, dan Tasikmalaya.

Lebih seratus orang tewas, ratusan orang lagi luka-luka. Rumah-rumah roboh. Sebagian besar mereka adalah orang-orang miskin. Dan, perahu-perahu nelayan itu, ratusan jumlahnya, semula mengapung dalam ayunan ombak, tiba-tiba terpelanting dan pecah. Sebagian nelayan-nelayan itu tidak diketahui nasibnya, tak sempat berkata apa-apa, tak sempat berpamitan untuk selamanya.

Ya Allah, musibah datang silih berganti, sangat cepat. Belum sempat kami menghitung jarak hari dari satu musibah ke musibah lainnya. Belum sempat kami memahami apa yang terjadi. Kami takut Kau marah, seperti terhadap kaum Nabi Nuh, yhang ingkar dan menyekutukan-Mu.

Ya Allah.. Telah begitu banyak kesesatan terjadi dna sebagian dari kami melihatnya sebagai suatu yang biasa. Bahkan, bencana yang bertubi-tubi inipun tak membuat kami benar-benar sadar dan mengubah tingkah laku kami.

Kami lebih suka berdebat – termasuk tentang berbagai bencana ini, apakah kehendak-Mu atau gejala alam biasa – kami lebih suka mencari-cari penyebaba dan saling menyalahkan, padahal semua yang terjadi ada dalam firman-Mu. Kami lupa kembali pada firman-firman suci itu. Kami merasa mengetahui semuanya, berkehendak atas semuanya. Kami merasa kematian tidak pernah datang tiba-tiba, tapi mengikuti keinginan dan khayalan kami.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): ‘Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan.’ ” (QS Hud: 25-16)

Jangan jadikan kami kaum Nabi Nuh. Orang-orang kaya, bangsawan, dan terpandang mengusir orang lemah, orang-orang miskin, atas nama persamaan dan menantang kekuasaan-Mu. Jangan biarkan kami menyekutukan-Mu, membiarkan kami melambai-lambai perahu Nuh yang menjauh dalam arus air bah yang semakin besar.

Jika bencana demi bencana in imerupakan peringatan dari-Mu, maka tolonglah kami: Janganlah Engkau masukkan kami dalam golongan bangsawan dan putra Nuh yang durhaka itu, tapi masukkan kami dalam perhau Nuh, bersama puluhan pasang hewan-hewan itu.

Ya Allah, kami sangat takut. Cukupkanlah sampai di sini.

~Resonansi Harian Umum Republika 19 Juli 2006
~Asro Kamal Rokan

Leave a comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: