Inspirasi Forum Diskusi di Depkominfo: Ayo, Sama-sama Kita Produksi Konten-konten Lokal Berkualitas!


Internet. photo credit by: TransCam

Hari Kamis, 21 Januari 2010 lalu, saya diundang oleh Depkominfo untuk menghadiri forum diskusi dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas konten lokal. Diskusi ini diadakan antara Kepala Badan Informasi Publik, Freddy Tulung dan jajarannya, beserta para komunitas TIK, asosiasi-asosiasi dalam industri TIK, serta dari praktisi website dan portal Indonesia.

Sebelum lanjut, temen-temen pasti sudah tahu istilah konten kan ya? Maksudnya konten ini adalah dalam konteks teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Buat yang mungkin belum tahu, gw pengen jelasin sedikit berdasarkan pemahaman gw. Jadi, dalam bidang TIK, ada tiga buah aspek teknologi yang berperan (tolong koreksi kalau salah): infrastruktur, aplikasi, dan konten.

Infrastruktur adalah perangkat keras TIK, hal paling dasar yang membuat kita punya akses pada TIK. Aplikasi adalah perangkat lunak yang berjalan di atas infrastruktur tersebut, yang membuat kita bisa memanfaatkan perangkat-perangkat keras yang ada untuk melakukan fungsi-fungsi tertentu. Sedangkan konten adalah ‘isi’ yang kita lihat, kita baca, dengar, mainkan, manipulasi, dll, dengan bantuan aplikasi-aplikasi tersebut.

Contoh nyatanya seperti ini. Jaringan internet dan komputer yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia adalah infrastruktur, sedangkan websitewebsite kaya Facebook, Twitter, WordPress, Detik, anakUI.com (:D), apapun, adalah aplikasinya. Apa kontennya? Ya tulisan-tulisan, foto-foto, film-film, dan sebagainya yang bisa kita lihat dari aplikasi-aplikasi itu.

Contoh dari bidang yang lain misalnya gini. Frekuensi radio dan tivi dan antena parabola dsb itu adalah infrastruktur (ini bidang penyiaran). Terus stasiun radio dan tivi, yang izinnya dikeluarkan oleh Depkominfo itu adalah aplikasi. Sedangkan acara TV dan radionya, adalah kontennya. Mudah-mudahan kedua ilustrasi ini cukup jelas untuk menggambarkan apa itu konten.

Nah, sama dengan infrastruktur dan aplikasi, konten itu sangat penting! Coba kita sedikit refleksikan apa yang ada di Indonesia, bagaimana kondisi kontennya. Dalam bidang Internet, kita masih banyak banget ngeliat website-website porno, tulisan-tulisan bohong alias hoax, yang membuat permusuhan dan perpecahan antar agama, dsb. Negatif banget deh.. Terus kondisi konten yang netral, kita juga biasanya make Internet buat ‘bersenang-senang’, bersosialisasi, update-update status, nonton-nonton video, ngetag dan komen foto, dsb..

Dalam bidang TV, kita masih ngeliat acara-acara gosip dan sinetron ga mendidik. Atau dalam bidang seluler, kita ngeliat orang-orang pada ngabisin pulsa buat nelepon gosip, atau ikutan SMS-SMS premium yg agak gak jelas itu. Atau dalam bidang seni, musik-musik bajakan berkeliaran dimana-mana.

Perkembangan TIK yang sangat pesat ini membuat lebih banyak orang bisa mengakses teknologi. Pengguna-pengguna baru teknologi pun semakin bermunculan, bahkan anak-anak dan remaja sudah nggak asing lagi dengan Internet. Nah, sekarang coba kita bayangkan kalau sehari-hari menggunakan TIK (baca Internet, nonton TV, dsb) kita sebagai pengguna teknologi yang sudah lama, atau para pengguna baru, banyak melihat konten-konten tidak mendidik. Entah sekedar hiburan (tapi kalo hiburan yang kebablasan kan nggak enak juga), melihat informasi bohong, atau bahkan melihat konten yang merusak dan ga bermanfaat. Mau jadi apa bangsa ini ke depan?

Itulah yang menjadi kekhawatiran pemerintah. Pemerintah sekarang sedang giat mengembangkan infrastruktur TIK sampai ke desa-desa. Pemerintah punya program jangka menengah yang bertahap: Desa berdering (desa yang memiliki jaringan telepon), lalu Desa Pinter (desa yang punya Internet), dan paling tinggi adalah Desa Informasi (desa cerdas yang memiliki akses informasi luas). Bayangkan kalau infrastruktur meluas dan semakin banyak dari bangsa ini yang bisa mengakses teknologi, tapi isi yang mereka akses atau konsumsi ini nggak membawa nilai manfaat atau nilai edukasi?

Intinya adalah bangsa Indonesia harus punya lebih banyak lagi konten-konten yang bermanfaat, mendidik, dan bisa mengembangkan potensi bangsa ini. Konten-konten lokal yang positif itu harus bisa dinikmati sejajar dengan konten-konten ‘biasa saja’ dan ‘merusak bangsa’ yang sudah banyak ada sebelumnya.

Ya, jadi tujuan pemerintah mengundang komunitas-komunitas, pengusaha, dan praktisi bidang Internet untuk duduk bareng mensinergikan langkah-langkah untuk terus menggiatkan penciptaan dan peningkatan kualitas konten-konten lokal. Diskusi kemarin baru diskusi awal dan perkenalan, dan pemerintah bilang akan diadakan forum selanjutnya yang akan lebih detail.

Beberapa pihak yang hadir kemarin adalah:

Pada diskusi, beberapa dari yang hadir menceritakan apa yang sudah dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas konten lokal. Misalnya Wikimedia Indonesia terus berupaya meningkatkan jumlah kontributor Wikipedia, mas Aris dari Bekasi yang cerita tentang para blogger yang menggiatkan pelatihan-pelatihan Internet dan ngeBlog di daerah-daerah, dari AMIDI merangkul major label untuk bisa berjualan musik online sepeti iTunes, Kaskus yang mempromosikan berita-berita positif tentang Indonesia, ICT Watch yang menyelenggarakan Internet Sehat Blog Award, serta komunitas-komunitas yang giat berbagi ilmu dan inspirasi. Dan pemerintah pun melaksanakan tugasnya mengembangkan infrastruktur dan menjadi regulator.

Pada diskusi itu juga terungkap kesulitan-kesulitan kita dalam upaya peningkatkan konten-konten lokal. Misalnya adanya pembajakan musik lewat Internet, membuat penjualan musik online kalah saing. Lalu Detik.com yang kesulitan mencari pihak-pihak yang mau bekerjasama mengembangkan konten-konten lokal, lalu masalah dasar yang dikemukakan Mas Ivan yaitu bangsa Indonesia yang sulit menulis, lalu dari pihak industri konten yang butuh insentif lebih dari pemerintah.

Gw sendiri ikut sumbang saran tentang pentingnya mempromosikan dan mengembangkan aplikasi-aplikasi user generated content (seperti blog, wiki, website komunitas, dsb) untuk meningkatkan kuantitas. Dengan user generated content (yang diarahkan dengan benar loh ya), kita akan memfasilitasi puluhan juta pengguna Internet Indonesia untuk mewarnai konten-konten lokal yang positif. anakUI.com, Kompasiana, dan Wikipedia adalah beberapa contohnya.

Lalu untuk meningkatkan kualitas konten-konten itu, gw bilang perlu diadakan lebih banyak lagi award-award seperti INAICTA, Bubu Award, Internet Sehat Blog Award, dll dsb. Alhamdulillah banyak juga yang mengadakan lomba-lomba blog. Masyarakat akan semakin terdorong untuk menciptakan konten-konten positif dengan apresiasi tersebut, sekaligus jadi paham, standar konten yang bagus itu seperti apa, agar bisa dicontoh oleh masyarakat.

Walaupun ini adalah diskusi awal yang belum menghasilkan kesimpulan yang jelas, rasanya semua yang hadir akan sepakat, bahwa satu semangat yang harus ditumbuhkan di bangsa ini adalah kita harus jadi produsen konten, jangan cuma jadi konsumen! Artinya kita harus jadi bangsa yang kreatif, yang melakukan penciptaan, jadi bangsa yang gemar membaca dan menulis, gemar berbagi, gemar memberikan manfaat.

Jadi teman-teman, mulailah memproduksi konten lokal, mulailah dari menulis (ini yang paling sederhana!) di Internet agar indeks Google tidak dipenuhi oleh hal-hal negatif saja, atau kembangkan konten sesuai dengan keahlian kita (boleh buat website, foto, musik, game, animasi, dsb dll!), dan kita akan melihat Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang! πŸ™‚

Ayo, sama-sama yuk, kita jadi produsen konten-konten lokal berkualitas!

Tulisan-tulisan blogger lain yang hadir:

  1. Kang DhodieForum Diskusi Pengembangan Konten Lokal
  2. Mbak Ratu ‘Quinie’Diskusi di Kamis Pagi
  3. Blogger BekasiKamis pagi di Depkominfo
  4. Pak EkoPengembangan Konten Lokal (tulisannya lengkap, plus banyak poin detail)

Bonus

Beberapa Blogger yang Hadir (iya, jadi blogger ga lengkap tanpa narsis-narsisan :D). Foto diambil dari Kang Dhodie

[ki-ka]: Dhodie (deBlogger), Ratu (be-Blog), Ilman Akbar (anakUI), Mas Amril (Anging Mammiri), Tikabanget (Dagdigdug), Simbok Venus (Ngerumpi), Chic (Kopdar Jakarta). Gambar diambil oleh Pak Eko (Blogger Cikarang).

Join the Conversation

30 Comments

  1. great posting! πŸ˜€
    emm, tapi kadang gw mikir, oke.. konten lokal yang positif misalnya sudah sangat banyak, tapi kalo ternyata memang kebanyakan pengguna internet doyan dan terbiasa mengonsumsi konten “negatif/menggembirakan” gimana?

    bisa donlot film2x dan musik bajakan gratis, rasanya susah buat nolak..
    ngeliat situs-situs begituan, kalo gratis, kenapa gak? *ini bukan gw loh haha*
    dan lain-lain..
    gw sedih bilang ini, tapi.. you know lah, orang Indonesia gimana? Mungkin yang gak melakukan hal-hal tersebut hanya sekelompok orang yang sudah tercerahkan oleh pendidikan. Tapi, banyak juga pengguna yang belum..

    sering jika ada kemudahan yang menggembirakan, kita tanpa pikir panjang mengonsumsinya (walau misal tidak baik). kucing mana yang gak mau dikasi ikan gratis, ya gak? hehe..

    hm, jadi mungkin, IMHO selain produksi konten-konten lokal yang berkualitas.. perlu dipikirin juga gimana membuat “konsumsi konten-konten lokal” tersebut menjadi sebuah gaya hidup yang asik. Jadi gak seputar memproduksi aja.. how to create bond between the content and the consument, is one of the key too.. hehe πŸ˜€

  2. #1 amin
    yoo.. udah gw komen tuh di sana πŸ˜›
    insya Allah segera bikin tentang yang itu πŸ˜€

    #2 venus
    masih lebih lengkap yang linknya kukasih di akhir itu mbak..
    btw kita nggak kenalan di sana ya.. mudah2an kesempatan berikutnya bisa kenalan langsung πŸ˜€

    #3 yadi
    salam kenal πŸ™‚

    #4 ALRIS
    πŸ™‚

    #5 leni
    wah, betul juga yang lo bilang.. bener banget..
    tentu saja ga bisa langsung ujug2 lompat jadi pada suka menikmati (syukur2 memproduksi) konten2 lokal positif..

    kalo kemarin yg diomongin di sana, apa yang kita perjuangin ini pada tahap ini seenggak2nya bisa jadi alternatif pilihan konten.. buat orang2 yang emang udah bosen dengan konten2 “negatif/menggembirakan”, jadi punya pilihan lain..

    dengan terus berusaha kaya gini, memperbanyak konten positif, sambil memerangi konten2 “jahat”, insya Allah suatu saat nanti ada saatnya yg menikmati konten “jahat” itu jadi minoritas. amiiin πŸ˜€

    jangan mikirin yang pusing2 dulu, produksi dan promosi dulu aja, betul kan len? πŸ™‚

  3. Mantaf informasi konten lokalnya, Man. Jadi nambah ilmu gw (worship)

    Eh masukan Ali bisa dijadiin masukan tuh, diringkas dikit biar lebih padet. Etapi itu gaya loe yak πŸ˜€

    Eniwei, gw setuju dengan Pengembangan Konten Lokal ini. Gw berbicara sebagai perwakilan komunitas, akan terus ngembangin Citizen Journalism. Bareng-bareng kembangin Depok yuk hihihi

  4. yap… konten memang harus selayaknya diperbanyak yang positif (karena sulit ngurangin yg negatif, satu2nya cara ya nyaingin jumlah dan kualitasnya).
    Gw sendiri mulai mencoba rajin lagi mengupdate blog gw dengan apa yang gw bisa, sementara baru bisa berbagi tips2 sederhana ber-WP ria di selfhosting WP tentunya.
    semoga dengan makin banyaknya konten positif yang hadir di ranah daring ini, membuat Indonesia semakin berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

    *amin-kan rame2 yukk… ammiiinnn…..

  5. #9 dhodie
    iya nih, sebenernya lagi berusaha meringkas gaya penulisan.. saya sadar kalo terlalu berbasa-basi πŸ˜€
    pelan2 deh yak.. mulai dari mecah-mecahin paragraf biar ga kepanjangan, juga banyakin foto biar ga bosen.. makasih ya kang dhodie dan ali (di atas lupa bilang makasih)..

    yuuuk, ayo bareng2 komunitas kita, banyakin konten2 bagus yuuk..

    saya bantu ngembangin Indonesia aja deh, ga spesifik buat depoknya hehe πŸ˜›

  6. #10 ramadoni
    amiiiin..
    dan jangan lupa, karena ga mungkin kerja sendirian, kita harus ajak temen2 kita buat juga menghasilkan konten2 positif..

    demi indonesia yang lebih baik! πŸ™‚

  7. Yang lebih penting adalah pertemuan untuk proliferasi ide dan model bisnis sehingga teman-teman blogger mendapatkan manfaat langsung.

    Sukses untuk konten lokal ya! Sayang saya sedang berhalangan hadir.

    Andi S. Boediman

  8. acara yang menarik. memang mesti sering diadakan dan disebarluaskan ke banyak orang.

    saya masih berpikir bahwa (utk di Indonesia) meski ada
    1. orang yang kreatif, memikirkan ide2 luar biasa
    2. dana/insentif dari pemerintah

    ada satu faktor yang kurang
    1. nerd/geek, yang betah berjam-jam utk coding dan debugging untuk mewujudkan ide-ide kreatif menjadi sesuatu yang riil.

    Jumlah Pemikir Ide >> Jumlah Geek

  9. hohoho.. sayah baru nyadar kalo postingan sayah ada link kemariii… mampir & salam kenal ya il… *kalo di dunia nyata udah 2x ketemu yak?!* tapi baru sekali ini bw nya πŸ™‚

  10. #13 Pak Andi
    ya, setuju banget pak! pertemuan ini emang baru kick-off, mudah2an kalo ada pertemuan selanjutnya bisa ada hal yang lebih konkret lagi..

    #14 Winnu Ayi
    hihihi, Indonesia butuh tambahan geek lagi?
    untuk konten2 yang lebih sulit dibuat dari tulisan biasa (konten misalnya film, animasi, game, program2, dsb), memang perlu orang yang ‘nggak biasa’ karena sulitnya itu ya..

    makanya penting banget para pemikir kreatif yang memiliki ide dan para geek yang mewujudkan ide untuk bersatu ya.. hidup geek! πŸ˜€

    #15 Brian
    amiiin.. πŸ™‚
    yang lebih penting itu kita semua satu semangat meningkatkan konten-konten lokal ya.. πŸ™‚

    #16 quinie
    hihihi.. iya mbaak.. tukeran link yuk πŸ˜€ *kedip2*

    #17 Chic
    ahahaha.. di undangannya atas nama kopdar jakarta tuuh πŸ˜€

  11. Halo mas Ilman,

    semangat yang bagus dan saya juga sedang melakukan usaha yang serupa di bidang profesi saya sendiri (membersihkan nama yang sudah terlanjur buruk itu susah sekali hahaha…)

    Dan saya salut akan masukan dari leni. Budaya orang Indonesia sepertinya belum cukup kuat untuk mengkonsumsi konten edukatif dan informatif dari dunia web. Blog-blog sering dianggap lebih ke arah diary yang sifatnya fun dan entertaining.

    Mungkin kuncinya ada di struktur pendidikan. Kalau dari masa sekolah para murid mulai dibiasakan untuk menggunakan sarana internet sebagai salah satu referensi, mungkin tingkat konsumsi materi yang edukatif di internet bisa meningkat.

    Mengenai hal lebih banyak konsumsi daripada produksi, itu memang attribut dasar dari internet. Di dunia internet ada hukum 90-9-1 dimana 90% dari pengguna adalah lurker (orang-orang yang mas kategorikan sebagai “konsumen”). 10% sisanya adalah produsen tetapi: 9% adalah pengguna yang somewhat beraktivitas di situs dan hanya 1%! yang pengguna aktif.

    Hal ini bisa dilihat dari video youtube yang memiliki jumlah views bisa sampai jutaan tetapi komentar yang diberikan proporsinya jauh lebih kecil dibandingkan jumlah view. Demikian juga untuk jumlah video yang diupload

    Dari perspective ini, kalau kita ingin lebih banyak produsen dalam negri, yang harus dilakukan adalah memperluas akses internet SAMBIL juga memperluas edukasi untuk penggunaan internet yang sehat

  12. #19 New Bie Oon
    dan peran aktif kita juga sangat diperlukan.. pemerintah kan ga bisa kerja sendiri πŸ˜‰

    #20 Pandu Truhandito
    hai mas pandu, salam kenal ya.. asik nih diskusi sama mas pandu..

    pengen komen di bagian

    Mungkin kuncinya ada di struktur pendidikan. Kalau dari masa sekolah para murid mulai dibiasakan untuk menggunakan sarana internet sebagai salah satu referensi, mungkin tingkat konsumsi materi yang edukatif di internet bisa meningkat.

    murid2 di kota besar Indonesia kan udah terbiasa make internet buat ngerjain tugas2 sekolah.. tapi sayangnya mereka jadinya malah plagiat, kopi sana-sini ga ngasih sumber dll..

    emang bukan kerja ringan sih ya, banyak banget yg harus diurusin kalo ngomongin internet yang cerdas: infrastruktur (ini biar kasih ke pemerintah, hehe), aplikasi (ini serahkan ke developer2 kreatif), konten (ini ya tugas kita), edukasi (tugas kita juga ya?), ngurangin konten2 negatif (nah loh ini tugas siapa?), dsb.. huff.. harus sinergi banyak pihak ya..

    setuju ama komen yang ini:

    Dari perspective ini, kalau kita ingin lebih banyak produsen dalam negri, yang harus dilakukan adalah memperluas akses internet SAMBIL juga memperluas edukasi untuk penggunaan internet yang sehat

    oh iya, makasih banyak buat hukum 90-9-1 itu. baru baca tentang ini.. meskipun secara garis besar konsepnya mirip pareto 80:20 ya, tapi yg 90-9-1 itu lebih pas buat di website..

    gara2 ngebuka link itu, jadi inget tentang hasil research Forrester tentang Creators, Spectators, dsb (http://blogs.forrester.com/groundswell/2009/08/social-technology-growth-marches-on-in-2009-led-by-social-network-sites.html). terus pas dibaca2 lagi, saya tiba2 mikir tentang apa hubungannya dengan hukum 90-9-1 itu..

    eh ternyata langsung ada jawabannya di sana: http://blogs.forrester.com/groundswell/2008/11/reconciling-soc.html. udah pernah baca?

  13. Halo mas Ilman,

    @”murid2 di kota besar Indonesia kan udah terbiasa make internet buat ngerjain tugas2 sekolah.. ”

    Saya personally merasa itu statement yang mengambil “on average” atau kasarnya, tergeneralisir. Memang tingkat penetrasi internet di kota besar memang sudah sangat tinggi. Tapi apakah itu teraplikasi secara merata untuk semua strata kehidupan (termasuk tingkat pendidikan)? Saya rasa belum.

    Saya melihat masih banyak anak-anak yang buta akan “how to” dari internet walaupun mungkin mereka sudah melek akan “what is” dari internet.

    @tapi sayangnya mereka jadinya malah plagiat, kopi sana-sini ga ngasih sumber dll..

    Hehehe.. Ini problem yang tidak pernah akan pernah berhenti muncul sampai manusia tidak punya lagi sifat malas… yang artinya tidak mungkin πŸ˜€

    Saya tidak punya komentar lebih jauh mengenai hal ini (mungkin bisa kita discuss di kemudian hari)

    @”udah pernah baca?”

    belum pernah dan sebenarnya belum pernah kepikiran juga πŸ˜€

    tadi saya sudah baca sekilas dan untungnya bisa langsung mengerti.

    Tapi yang mungkin menjadi pertanyaan dan hal yang lebih relevan untuk entry mas Ilman yang ini adalah bagaimana cara untuk:
    1. (secara lokal: untuk level website)gradually shift dari segmen penyimak sebesar 90% perlahan-lahan ke segmen creator, produsen dan conversationalist agar bisa menjadi lebih besar dari 10%
    2. (secara global: untuk level population)gradually shift ke segmen creator yang masih 27% dari segmen-segmen yang lain.
    Itu adalah tantangan yang tersendiri menurut saya yang mungkin memerlukan insight dan approach yang baru dari elemen web 2.0 sebuah situs.

    P.S. research Forrester itu untuk US saja dan saya cukup yakin bentuk pembagian persentasenya akan berubah drastis kalau dilakukan di Indonesia terutama untuk segmen creator yang akan menyusut – sesuai dengan entry mas Ilman kali ini πŸ˜€

  14. Salam

    Ini contoh tulisan mas IlmanAkbar yang rendah hati, begitu lengkap dan masih sempat bilang tulisanku yang lebih lengkap.

    Ilmu padi yang cum laude mas.

    Buat mbak Rara, kayaknya ada fotonya deh di blogku, cuma bingung jug amau nyaranin blog yang mana, soalnya barusan buat blog baru di http://ekoshp.com dan blog yang di http://eshape.wordpress.com/ tak tarik ke blog baru itu

    Jadi silahkan mau lihat yang lama atau yang baru

    Salam

  15. setuju banget ilman
    mari kita penuhi internet ini dengan konten-konten yang bermanfaat
    di aceh sendiri sekarang sedang aktif-aktifnya mensosialisasikan acehpedia, media wiki yang isinya tentang ensiklopedia aceh. dengan media ini kita semua berharap masyarakat dapat berkontribusi dengan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang aceh.

    dan semoga disetiap daerah juga memiliki konten-konten lokal yang bersifat nasional bahkan internasional

  16. #23 -tikabanget-
    baru tahu ya tik? *kabuuur* πŸ˜›

    #24 rara
    iya mbak..
    mbak rara dimana ya waktu lagi foto ini? lagi out of frame, disampingnya mbak chi bukan sih?

    #25 eshape
    tulisan kita sama2 melengkapi kali ya pak?
    tulisan saya ngebahas secara umumnya, saya suka poin2 di tulisan pak eko itu karena detailnya..

    #26 liza
    waw, ada acehpedia?
    kereen.. iya, ini bentuk nyata peningkatkan konten-konten Indonesia..

    blogger aceh emang aktif2 ya.. salah satunya ada di Fasilkom UI liz.. namanya Aulia Fitri, kenal nggak?

    oh iya, Acehpedianya saya promosiin ke mas Ivan Lanin (Wikimedia) indonesia ya, mungkin dia belum tahu ada acehpedia ini, dan siapa tahu bisa ada kerjasama..

  17. mas ivan udah tau. kemarin waktu awal2 launching, beliau ikut ngasih pelatihan tentang media wiki. dan sekarang juga ada ace.wikipedia.org
    wikipedia yang berbahasa aceh

    iya, bang aul. kebetulan liza n beliau sama2 di acehblogger

Leave a comment

Leave a Reply to venus Cancel reply

%d bloggers like this: