Mencuci piring. Siapa di antara teman-teman yang terbiasa mencuci piring di rumah? Atau terbiasa piring-piring kotor dicucikan oleh ibunya, atau oleh pembantu?
Mencuci piring bukan pekerjaan yang sulit, nggak perlu tenaga banyak atau mental effort yang besar. Tapi siapa sangka, dari proses cuci piring, kita bisa belajar skill dasar dalam manajemen diri untuk menjadi produktif: mengorganisir pekerjaan, mengatur prioritas, dan fokus.
Buat yang sudah biasa mencuci piring sendiri, selamat! Buat yang belum, teman-teman harus belajar mencuci piringnya sendiri mulai saat ini.
Yuk kita datang ke dapur, ke depan bak cuci piring, dan lihat tumpukan piring, gelas, sendok, panci, mangkok, dan penggorengan menggunung dan mengintimidasi. Tarik nafas, dan yuk perang melawan piring-piring kotor dan menumpuk itu, dan inilah pelajaran manajemen diri dan produktivitas yang bisa didapat dari mencuci piring.
Mengelompokkan Pekerjaan yang Sejenis
Pertama-tama, kita mengatur dulu piring-piring kotor itu, memisahkan dan mengumpulkan mereka berdasarkan jenisnya. Sendok dikumpulkan jadi satu bersama-sama, gelas-gelas disatukan terpisah, piring-piring ditumpuk bersama, mangkok dan panci/penggorengan juga.
Karena piring, gelas, dan mangkok itu bisa ditumpuk, tempat cuci piring kita pasti lebih rapih dibandingkan kalau semuanya tidak dikelompokkan. Mengelompokkan seperti ini membuat kita lebih cepat mengerjakannya. Saat mulai dicuci nanti, kita akan mencuci gelas sekaligus sampai selesai, lalu sendok sampai selesai, dan seterusnya.
Dalam pekerjaan atau tugas juga begitu. Setelah kita menuliskan apa yang harus dicapai di hari itu, kumpulkanlah pekerjaan-pekerjaan yang ‘sejenis’ untuk dikerjakan dalam satu waktu.
Pekerjaan ‘sejenis’ itu pekerjaan yang bisa dikategorikan seperti ini:
1. Memerlukan effort mental atau fisik yang serupa
Misal: mengerjakan dua proposal serupa untuk klien berbeda, itu bisa dikerjakan dalam waktu yang berdekatan. Atau untuk kerjaan rumah, kita bisa nyapu ngepel dan melap kaca sekaligus. Bisa juga melipat baju dan menyeterika baju, itu bisa dikerjakan dalam waktu bersamaan (tentu setelah yang satu selesai).
2. Memerlukan teknologi yang sama
Misal: membalas email, kita bisa mengalokasikan waktu pagi-pagi sebelum mulai bekerja, untuk membalas semua email yang masuk. Lalu siang, juga sore. Kita tidak perlu setiap saat mengecek dan membalas email (kecuali untuk yang benar-benar penting dan mendesak ya).
Contoh lain kalau kita perlu mengontak banyak orang lain lewat WhatsApp, lakukan dalam satu waktu.
3. Dilakukan dalam tempat yang sama/berdekatan
Misalnya: meeting atau bertemu orang. Kalau kita sedang berada di satu tempat dan di situ ada orang-orang yang ingin kita temui, temui mereka satu per satu sekaligus. Jangan lupa diatur jadwalnya sehingga tidak bentrok meetingnya ya.
Menentukan Skala Prioritas
Langkah selanjutnya setelah mengelompokkan tentu menuang sabun cuci piring, dan menentukan urutan apa yang harus dicuci. Apa yang bakal dicuci pertama? Kata orang-orang tua, yang dicuci pertama adalah gelas, karena spons dan sabunnya masih bersih dan wangi. Abis gelas, berikutnya terserah, bisa sendok dulu, atau piring dulu. Kalau saya, panci-panci atau penggorengan itu pasti yang paling terakhir, karena ukurannya yang “mengintimidasi” hahaha..
Bayangkan kalau urutan ini kita balik-balik, gelas disabuni belakangan setelah kita menyabuni penggorengan, piring dan mangkok. Gelas itu pasti akan berminyak, sedikit ada bau-bau amis, dan pasti harus dicuci ulang. Artinya kita menyia-nyiakan resource paling berharga, yakni waktu. Juga tenaga.
Kita harus mengetahui mana yang benar-benar penting bagi hidup kita, mana yang hanya terlihat penting. Mana yang benar-benar penting sehingga kalau tidak dikerjakan atau dikerjakan dengan urutan yang salah, hidup kita akan berantakan.
Mampu menentukan skala prioritas itu artinya menjadi produktif. Menjadi sibuk itu berbeda 100% dengan menjadi produktif. Bedanya hanya ada di kemampuan menentukan prioritas. Menjadi sangat sibuk, namun pada akhirnya kita merasa tidak ada hasilnya, itu berarti kita tidak mampu memilih pekerjaan yang penting (juga tidak mampu mendelegasikan atau bekerja sama dengan tim).
Dari yang saya tahu, kurang lebih ada 2 cara menentukan prioritas:
1. Mengurutkan dengan urutan penting dan mendesak
Kita udah tahu lah ya kuadran-kuadran ini: penting dan mendesak, mendesak tapi tidak penting, penting tapi tidak mendesak, atau tidak penting dan tidak mendesak. Merasa semuanya penting? Tidak mungkin, pasti ada satu yang lebih penting untuk dikerjakan duluan.
2. Menentukan penting atau tidaknya dengan melakukan refleksi 3-3-3-3
Kalau saya melakukan atau tidak melakukan ini, apa dampaknya bagi saya dalam 3 hari mendatang? Dalam 3 minggu mendatang? Dalam 3 bulan mendatang? Dalam 3 tahun mendatang?
Seperti kalau hari ini menunda-nunda mengerjakan satu tugas kuliah padahal punya waktu, dampaknya dalam 3 hari lagi tugas itu nggak akan bisa dikerjakan (karena pasti ada tugas dari mata kuliah lain). 3 minggu lagi saat deadline tugas itu, pasti nggak selesai. 3 bulan lagi saat akhir semester, nilai saya di mata kuliah itu bakal hancur karena kehilangan nilai dari satu mata kuliah. Dan 3 tahun lagi, saya bisa saja kehilangan peluang mendapatkan satu posisi di pekerjaan yang saya inginkan karena saya tidak menguasai ilmu di mata kuliah tersebut.
Bandingkan semua tugas di depan mata dengan refleksi 3-3-3-3 ini, mana yang memberi efek paling besar bagi kita dalam rentang waktu serba 3 itu, itulah yang paling dulu kita kerjakan.
Mengerjakannya Satu Per Satu dengan Fokus
Berikutnya, tentu saja setiap tumpukan yang jenisnya sama yang sudah kita pilih kita kerjakan sampai sampai selesai satu tumpukan. Gelas-gelas disabuni, baru sendok, baru mangkok, baru piring, dan sebagainya. Akan sangat menghabiskan waktu dan tidak efektif kalau kita belum menyelesaikan satu tumpukan sejenis sudah pindah ke yang lain.
Begitu pula dalam melakukan pekerjaan. Dalam satu waktu, kita harus mengerjakan satu pekerjaan saja hingga tuntas. Di era smartphone dan social media begini, fokus mengerjakan satu pekerjaan memang terasa sulit, tapi cuma dengan fokus lah kita bisa menghasilkan produktivitas terbaik.
Ada satu teknik untuk membantu kita fokus pada satu pekerjaan di depan mata. Namanya Pomodoro Technique. Ingat, Pomodoro, bukan (agung) Podomoro pengembang properti yang Senin harga naik itu loh. Dalam teknik Pomodoro, kita perlu memanfaatkan timer. Teknik klasik menggunakan kitchen timer, tapi tentu saja kita bisa pake timer di handphone.
Teknik Podomoro mengharuskan kita menghilangkan semua distraction di sekitar kita supaya bisa fokus. Begini cara kerja dasar teknik Pomodoro:
- Putuskan pekerjaan yang ingin dilakukan saat ini
- Set timer dalam beberapa menit (biasanya 25 menit)
- Kerjakan pekerjaan itu hingga timer berbunyi. Apapun yang terjadi, pokoknya fokus pada yang ada di depan mata sampe waktu habis
- Istirahat sebentar (3-5 menit), Kita bisa ke toilet, jalan-jalan, minum, atau ngecek timeline socmed kita. Tubuh kita perlu direward karena sudah berhasil fokus menyelesaikan satu pekerjaan kan
- Setiap empat interval 25 menit seperti ini, ambil istirahat lebih lama (15-30 menit), supaya refresh dan siap menghajar pekerjaan berikutnya.
Ini empat cara lain untuk menjadi fokus, coba saja satu-satu mana yang berhasil untuk kamu.
Rayakan Setiap Kemenangan, Sekecil Apapun
Kalau semua sudah selesai disabun, barulah satu persatu dibilas. Keran air dinyalakan secukupnya, masing-masing item per kategori dibilas sekaligus, lalu langsung masuk rak piring. Dan voila! piring dan peralatan dapur kita sudah bersih! Jangan lupa joget-joget
Yup, rayakan setiap kemenangan, sekecil apapun kemenangan itu. Hal ini akan membangun kepercayaan dirimu, agar kita siap untuk mengerjakan hal-hal yang lebih besar dan berat lagi, untuk mencapai kemenangan yang lebih besar.
Selamat mencuci piring dan jadi lebih produktif lagi ya!
Photo Credit:
1. kisahbelajar.wordpress.com
2. keepingtime_ca via Compfight cc
3. chrisphoto via Compfight cc
4. spacepleb via Compfight cc
5. ???.???.??? via Compfight cc
Terima kasih, Bung!