Cerita tentang Sebuah Teko dari Mbah Uti

Sudah beberapa bulan ini saya tidak menulis. Baik di blog ini maupun di blog digital marketing saya. Alasannya, saya lebih banyak memfokuskan waktu saya untuk bekerja, di mana saya memang harus fokus karena memimpin sebuah tim. Selain itu, saya fokus membesarkan media online komunitas yang saya miliki, anakUI.com. Ini menyebabkan saya merasa cukup kaku & sungkan untuk kembali menulis.

Sebagai pemanasan, saya mau berbagi sebuah cerita mengenai teko.

Teko

Di bulan-bulan awal pernikahan, hampir empat tahun lalu, saya pernah diberi hadiah oleh mbah uti, ibu dari ibu saya, sebuah teko/ceret untuk memasak air. Mbah uti memang terbiasa memberi hadiah teko untuk para cucunya yang sudah menikah. Tujuannya, supaya para cucu merebus air di teko, bukan di panci. Saya dan istri sebelumnya memang merebus air untuk minum sehari-hari di panci besar di atas kompor.

Ada sebuah kisah pilu dibalik kebiasaan ini. Berpuluh tahun lalu, bahkan saat ibu saya belum dilahirkan oleh mbah uti, ada musibah yang disebabkan oleh air yang mendidih di panci.

Salah satu anak mbah uti bermain di dapur saat mbah baru selesai merebus air di panci. Tidak sengaja, ia menyenggol panci itu sehingga sekujur badannya tersiram air amat panas. Ia segera dilarikan ke rumah sakit, namun setelah beberapa hari, nyawanya tidak tertolong. Mbah uti kehilangan seorang anaknya karena air panas yang tumpah dari panci, almarhum pakde saya.

Kisah ini diceritakan oleh ibu saya, yang mengatakan bahwa mbah tidak mau kejadian ini terulang lagi ke anak cucunya yang lain.

Mbah Uti sendiri saat ini berusia lebih dari 85 tahun. Secara fisik beliau masih cukup sehat, bisa beraktivitas seperti biasa. Namun secara mental, beliau sudah amat pikun karena diindikasi terkena alzhemeir. Beliau yang kini tinggal di rumah ibu saya saat ini bahkan kesulitan mengenali orang-orang di sekitarnya.

Dengan kondisi demikian, kemungkinan besar mbah uti tidak akan ingat bahwa ia dulu pernah menghadiahkan teko untuk cucunya ini. Pun, sepertinya tidak akan ada lagi kado teko untuk hadiah pernikahan cucunya yang berikutnya.

Kita tahu bahwa teko hanya menuangkan apa yang diisikan ke dalamnya. Diisi air putih, teko akan menuangkan air putih. Diisi teh, air tehlah yang akan keluar, demikian dengan sirup, dan seterusnya.

Diri kita ini sesungguhnya amat mirip dengan teko.

Kita hanya akan mengeluarkan (dalam bentuk kata dan tindakan) apa yang masuk ke dalam kepala kita. Jika kita memasukkan ilmu & inspirasi ke dalam kepala kita, kita akan berbagi ilmu & inspirasi pula. Sebaliknya, memasukkan sampah ke dalam kepala kita, sampah pula yang akan kita keluarkan.

Saya merasa seperti teko kosong dalam beberapa bulan ini.

Sudah beberapa bulan saya tidak menulis di blog ini. Bukan, bukan hanya karena sibuk bekerja dan mengurus anakUI.com seperti saya tulis di awal, bukan karena tidak punya waktu.

Melainkan karena tidak ada ilmu atau inspirasi baru yang masuk ke dalam kepala saya, sehingga tidak ada pula yang bisa dikeluarkan.

Sudah beberapa bulan saya tidak baca buku berkualitas, baru bulan lalu saya membacanya. Sudah lama saya tidak menonton TED video. Sudah lama saya tidak menghadiri kajian ilmu.

Sudah lama juga saya amat jauh dari sang Maha Pemberi Inspirasi. Itulah yang membuat saya kehilangan masukan inspirasi dan ilmu, sehingga tidak ada yang bisa saya bagi lagi lewat blog ini.

Ampuni hamba ya Tuhan karena sudah menjadi hamba yang tidak mensyukuri nikmat. Demikian banyak nikmat inspirasi & ilmu yang bertebaran di sekitar saya, namun karena saya jauh dari sang Maha Berilmu, ilmu itu tidak terserap masuk ke kepala & hati saya.

Doakan saya ya teman-teman, supaya saya terus mendekatkan diri dengan Sang Maha Mengetahui, sehingga saya bisa mendapatkan banyak inspirasi yang akhirnya bisa dibagikan lagi ke teman-teman semua lewat blog ini.

Salam berbagi!

Gambar dari CaseyOutdoorLeisure.co.uk

Join the Conversation

2 Comments

Leave a comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: