Bikin SIM (bagian satu)

Assalamu’alaikum..

Cerita sedikit tentang pengalaman hidup di dunia ‘nyata’ ah.. Dunia ‘nyata’ apa yang saya maksud? Dengan melihat judul postingan ini, sudah ketahuan kan, dunia nyata itu dunia Lalu Lintas Jalan Raya! Dan ada hikmah yang bisa diambil dari kehidupan jalanan ini..

Kisah ini berawal pada akhir 2005 yang lalu. Di waktu kosong di liburan akhir semester 1 yang lalu, saya memberanikan diri untuk ngambil SIM (SIM motor tentunya, soalnya mobil nggak bisa!). Di tengah-tengah kekhawatiran karena banyak orang yang ngambil SIM-nya nembak, dan banyak orang bilang pasti dicurangin sama polisi, trus kalo ngambil dengan jujur pasti dipersulit, dan sebagainya, saya beranikan diri saja untuk ‘berbeda’ dengan kebanyakan orang. Ya, saya ingin mengambil SIM dengan jujur. Alhamdulillah, saya juga memiliki orangtua yang jujur pula, dan tentu saja, sikap saya ini didukung.

Dengan semangat ’45 dan sedikit rasa takut (baru sekarang nih, punya urusan dengan polisi), datanglah saya ke Polres Metro Depok. Iya, karena saya orang Depok, jadinya kalo mau bikin SIM nggak usah jauh-jauh ke Daan Mogot. Cukup jalan 5 menit dari rumah ke arah margonda, sampailah saya ke Polres Depok.

Begitu masuk kantor polisi, seperti prosedur yang ayah saya sudah beritahu sebelumnya, saya ikut tes kesehatan. Bayarnya kalo nggak salah 15rb, dan ini ada kuitansinya, jadi insya 4JJI ini resmi dan legal. Setelah lulus tes kesehatan, saya membeli formulir permohonan pembuatan SIM. Harga untuk pembuatan baru SIM C kalo nggak salah 75 ribu. Ini insya 4JJI legal juga, soalnya ada kuitansinya juga. Setelah ngisi formulir itu, saya membeli jasa asuransi pembuatan SIM. Harganya 15 ribu. Ini legal juga, soalnya ada kuitansinya juga. Setelah mengisi formulir tadi, saya mengikuti ujian tertulis. Kalo nggak lulus ujian tertulis, pemohon dateng lagi ke kantor polisi minggu depan, nggak usah bayar formulir segala macem, langsung ujian tertulis ulangan aja. Setelah ujian tertulis lulus, baru deh, ujian sesungguhnya, ujian praktek.

Biaya di loket ujian praktek itu 5ribu rupiah. Di sini saya lupa, ada kuitansinya ato nggak. Tapi insya 4JJI saya percaya itu legal juga. Singkat kata, saya membayar uang itu, dan ikut ujian praktek. Prakteknya tidak usah disebutkan seperti apa (ntar jadi panjang), tapi intinya saya Gagal! Seperti tadi ujian tertulis, kalo ujian praktek gagal, saya harus datang lagi minggu depan, dan langsung ujian praktek aja. Minggu depannya saya datang lagi, praktek lagi, dan gagal lagi! Saya datang lagi minggu depan, dan alhamdulillah berhasil! Setelah selesai ujian praktek, langsung masuk ruangan khusus buat Foto dan cap jempol. 10 menit kemudian, SIM-nya jadi deh!

Alhamdulillah, dengan rasa puas, bangga, dan senang karena berhasil mendapatkan SIM dengan jujur, saya masukkan SIM itu ke dompet, dan pulanglah saya ke rumah, untuk mengabarkan kabar bahagia ini kepada ayah dan ibu saya.

Ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari peristiwa ini:
Pertama, asalkan sabar, walaupun meski menunggu 3 minggu, SIM jujur itu bisa didapat
Kedua, ternyata tidak semua orang memiliki kesabaran seperti itu. Dan banyak orang yang sebetulnya bisa sabar, tapi sama sekali tidak memiliki waktu untuk disempatkan. Orang-orang seperti inilah yang kebanyakan memilih jalan cepat.
Ketiga, alhamdulillah, ternyata ngurusin SIM di Polres Depok itu bersih dari calo dan praktik kecurangan. Orang-orang sering bilang, kalo motor yang dipake buat praktek itu suka diutak-atik biar yang ngendarain itu gagal terus. Tapi mana buktinya? TOh saya berhasil juga meski harus menunggu 3 minggu. Sayangnya, kalo nggak salah (ini masih harus dibuktikan), saya pernah melihat/mendengar, di loket ujian praktek itu masih ada praktik kecurangan. Bayar 100 rb ke polisinya, langsung lulus.
Keempat, jujur itu murah! Coba hitung: 15 ribu + 75 ribu + 15 ribu + 15 ribu = 120 ribu. Jauh lebih murah dibandingin pake calo yang biasanya tarifnya 200-300 ribu.
Kelima, jujur itu berkah! Saya sangat percaya, seringnya kecelakaan, ketidakdisiplinan pengguna jalan, dan segala macam bentuk pelanggaran dan kelalaian itu disebabkan oleh tidak berkahnya SIM yang mereka miliki. Karena SIM ‘nembak’ yang mereka punya itu gampang banget dimiliki, mereka tidak memiliki tanggung jawab sama sekali di jalan raya.
Keenam, argumen-argumen saya tentu saja masih debat-able, tapi saya sangat mau kok, berdebat dalam hal ini.

(bersambung ke bagian 2–> Melanggar Rambu Lalu Lintas)

Leave a comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: