Pada zaman dahulu kala (abad pertengahan hingga awal abad modern), para ilmuwan besar dunia berhasil menemukan fenomena-fenomena ilmiah di alam semesta ini, menganalisisnya, dan berhasil menjadikannya ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat pada saat tersebut antara lain dan yang utama adalah tentang astronomi, fisika, kedokteran, kimia, dan biologi (ilmu-ilmu sosial juga banyak berkembang, tapi itu tidak masuk pembahasan tulisan ini).
Dari fenomena-fenomena ilmiah tersebut, para ilmuwan telah membuktikan adanya sebuah kekuatan besar yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini dengan sangat sempurna dan teliti. Hasil ilmu pengetahuan dan teknologi itu pun membuat para ilmuwan dan semua yang mempelajari ilmu pengetahuan menjadi lebih dekat kepada Tuhan mereka. Atau bisa juga logikanya dibalik, orang-orang yang dekat dengan Tuhan mereka ingin mengenal Tuhan mereka lebih dekat, sehingga mereka mendekatinya lewat makhluk-makhluk ciptaan-Nya: alam semesta beserta isinya ini.
Tidak heran kalau ilmuwan-ilmuwan besar terdahulu yang kita kenal juga adalah pemuka agamanya (ulama atau pendeta). Beberapa contohnya adalah seperti Gregor Mendel yang menemukan ilmu genetika lewat percobaan kacang polongnya adalah seorang pastur, Isaac Newton yang menemukan hukum gravitasi juga gemar mengkaji alkitabnya. Juga ilmuwan-ilmuwan muslim abad pertengahan seperti Ibnu Sina (Avicenna), yang telah menghafal seluruh isi Al-Qur’an pada usia 5 tahun, juga Al-Khawarizmi (Algoritma) sang ahli matematika, serta Jabir bin Haiyan (Geber) sang ahli kimia.
Dengan hasil-hasil penelitiannya, para ilmuwan terdahulu telah membawa ‘cahaya’ kepada masyarakat dunia dan menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan yang manusia dapatkan ini adalah sebagian kecil dari yang Maha Berilmu, dan merupakan ciptaan dari yang Maha Pencipta. Penduduk dunia pun semakin mendekatkan diri kepada Tuhan karena mereka menyadari besarnya kekuasaan Tuhan pada alam semesta.
Oke, kita lompat beberapa abad setelahnya menuju abad 20-21, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat adalah teknologi manufaktur, komputer, dan internet. Pada zaman ini, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sudah tidak lagi berfokus pada ciptaan Tuhan alias alam semesta ini.
Sebuah fenomena yang sangat umum terjadi adalah bahwa masyarakat dunia lebih menyukai berlama-lama di depan komputer, game, atau internet, dibandingkan dengan beribadah kepada Tuhan (note: saya juga termasuk yang seperti ini). Lebih suka bercengkrama di dunia maya daripada bercengkrama dengan Tuhannya. Hasil ilmu pengetahuan dan teknologi (baca: komputer dan internet) juga menyebabkan manusia dunia menjadi lebih individualistis. Dan secara subjektif dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan saat ini tidak lagi mendekatkan diri kita kepada Tuhan, sebaliknya malah menjauhkan diri kita dari Tuhan.
Apakah teman-teman juga merasa demikian?
man, mungkin lebih tepatnya ‘kenyamanan’ (cenderung) menjauhkan manusia dari Tuhan. IMO perbandingannya agak kurang pas, bahwa yang pertama itu peneliti dari masa lalu (yang dikenal karena temuan mereka) dan yang kedua itu fenomena yang umum ada sekarang (menjadi pengguna saja dari teknologi).
kalau mau apple-to-apple, di masa sekarang juga ada Stephen Hawking, terus sedikit sebelumnya Einstein. dari Indonesia ada Nelson Tansu (…pernah dengar namanya? 😉 ).
walaupun, ya, saya tidak bisa tidak setuju bahwa kemajuan teknologi cenderung melenakan manusia. dan sebagian dari imbasnya, ‘menjauhkan’ dari Tuhan… tapi pendapat ini masih debatable, sih.
orang yang masuk surga adalah orang yang beribadah tapi itu surga yang tingkat bawah.
kemudian adalah mereka pencari ilmu
lalu diatasnya adalah orang yang bekerja keras.
tuh kalimat gw kutip dari ceramah emha ainun nadjib di kenduri cinta di TIM
🙂 🙂 🙂 🙂
#1 yud1
iya sih, mungkin agak kerasa kurang pas, makanya gw menuliskan kata-kata “masyarakat dunia”, yang merepresentasikan pengguna ilmu pengetahuan dan teknologi masa lalu..
nggak heran, godaan manusia zaman sekarang buat masuk surga makin berat bener..
#2 arista
supaya masuk surganya komplit, berarti kita harus jadi ahli ibadah, yang juga ilmuwan, dengan kerja keras sepanjang hidupnya. betul ya?
assalamualaikum wr wb
Sy juga sependapat dengan Yudi kalo yg kebanyakan terlena adalah para pengguna ilmu, bukan pencari ilmu. Memang, ada perbedaan sudut pandang dari para pencari ilmu dahulu dengan sekarang. Perbedaan itu ada karena paham sekulerisme yang dianut sebagian orang saat ini.
Kalau yang saya tulis ini sih, hampir semua orang sudah tau ya?
Hehehe….
makanya, harus seimbang ngenet sama ibadahnya ya 😀
dari sinilah peranan keluarga terutama ortu sangat berperan, ditambah dengan apakah si anak atau diri mereka tersebut memiliki kewaspaadaan.
“Orang kuat adalah orang yang bisa mengalahkan nafsu mereka sendiri”