Para Pengumpul Receh

unnamed
Gambar JPNN

Akhir tahun lalu, saya menonton berita di teve, tentang seorang pasangan suami istri di daerah Jawa Timur yang memberi motor di dealer dengan cash. Yang spesial adalah, mereka membayar dengan uang logam, hasil menabung selama 6 tahun! Mereka yang berdagang jajanan di rumahnya, menyisihkan keuntungan 2 hingga 20 ribu setiap harinya, semua dalam bentuk recehan. Setelah 6 tahun, terkumpul 18 juta rupiah yang bisa dibelikan motor baru, cash receh!

Cerita lain, ada seorang petugas kebersihan di daerah Depok, yang berhasil naik haji setelah menabung selama 24 tahun. Honor menyapunya yang kecil, bisa disisihkannya, receh demi receh, hingga akhirnya mencukupi untuk ongkos naik haji.

Kita semua tahu tentang peribahasa “sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit”. Akan tetapi, ada di antara kita, setidaknya saya, yang meremehkan arti recehan.

Saat mengerjakan berbagai proyek saat kuliah, saya selalu dibayar dalam hitungan sekian ratus ribu hingga juta rupiah. Saat bekerja di perusahaan orang dan menerima gaji bulanan pun, yang saya terima adalah gaji senilai jutaan rupiah sekaligus.

Saya tidak pernah merasakan harus mengumpulkan rezeki sedikit demi sedikit, receh demi recehan, setiap hari. Ini yang membuat saya meremehkan arti recehan. Membuat saya meremehkan arti konsistensi.

Padahal, salah satu abang Grab Bike yang saya naiki minggu lalu, berhasil membawa pulang uang total 7,5 juta rupiah setiap bulannya dari mengumpulkan recehan. Ia mendapatkan sekian belas hingga puluh ribu rupiah dari setiap penumpang yang ia bawa setiap hari. Dari kumpulan recehan itu, ia bisa menyekolahkan dua anaknya dan menyisihkan sedikit untuk orang tuanya.

Seorang teman kantor saya, bisa mengais rezeki total puluhan juta rupiah setiap bulannya dari internet, masih dari mengumpulkan recehan. Ia memiliki blog, yang setiap kali pengunjung masuk dan mengklik iklan di sana, memberikannya uang receh sebesar 5 hingga 50 sen dolar (700 – 7.000 rupiah) per kliknya. Ya, hanya recehan saja per kliknya. Tapi ia bekerja keras selama satu tahun membangun blognya ini, hingga setiap pengunjungnya semakin banyak dan ia kini mendapatkan hingga lebih dari seribu dolar per bulan.

Ya, jangan remehkan recehan. Karena rezeki yang banyak bisa berasal dari recehan yang dikumpulkan secara konsisten setiap hari. Intermezzo: bahkan Paman Gober Bebek menumpuk uang receh di gudang uangnya bukan?

Kini, menyadari bahwa saya tidak boleh meremehkan rezeki dalam bentuk recehan, saya belajar juga untuk mengumpulkan recehan. Saya mengikuti jejak teman kantor saya ini, menjadikan blog saya anakUI.com sebagai tempat untuk mengumpulkan recehan dari internet. Alhamdulillah, setelah satu tahun mengumpulkan recehan dari sana (walaupun masih jauh dari angka 1.000 dolar per bulan), saya memahami bahwa rezeki dalam bentuk recehan itu tidak bisa diremehkan sama sekali.

Hal paling sulit dari mengumpulkan recehan bukan tentang nilai recehannya itu sendiri. Hal tersulit adalah mentalitas konsisten, karena recehan ini baru ada artinya saat terkumpul setelah sekian bulan, sekian tahun, hingga puluhan tahun.

Saat kita merasakan sulitnya dan beratnya mengumpulkan rezeki dalam bentuk recehan, mungkin saat itulah kita baru memahami makna rezeki yang sebenarnya.

Join the Conversation

4 Comments

  1. Baru sadar, betapa kita (baca: saya) selama ini telah meremehkan receh. Nice post bro! πŸ˜€

  2. Padahal uang receh ini sering dianggap remeh… Pas lagi banyak duit, nggak butuh receh… Eh pas lagi bokek bingung nyari receh πŸ˜†

Leave a comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: