17 Agustusan Pertama dan Terakhir: Silaturahim, Belut, dan Tilang Polisi

Apa arti 17 Agustusan untuk teman-teman? Bagi saya, 17 Agustusan itu memiliki satu arti penting: Silaturahim dengan tetangga. Bagi saya yang saban hari (Senin bahkan sampai Sabtu) ngampus (maksudnya pergi ke kampus) dan sangat jarang bersosialisasi dengan tetangga, rasanya tidak enak, kalau tidak dekat dengan tetangga. Sekedar info nih, saya hampir 15 tahun tinggal di rumah tempat orang tua saya tinggal sekarang. Tapi sayangnya, saya amat jarang bersosialisasi dan mengadakan kegiatan bersama tetangga. Bahkan saya yang (ngakunya) aktivis kampus, begitu masuk lingkungan rumah, berubah 180 derajat menjadi pasivis. Tidak ikut Remaja Masjidlah, tidak ikut Remaja RT, apalagi Karang Taruna.

Setelah bertahun-tahun (dari SD kelas 1 sampai kuliah tingkat 2) berada dalam kondisi pasif itu, akhirnya mendekati peringatan 17 Agustusan tahun 2006 yang lalu saya memutuskan untuk memulai aktif dan bersosialisasi dengan tetangga. Begitu ada ajakan dari Remaja RT untuk menjadi Panitia Perayaan 17-an tingkat RT, saya pun mengiyakan. Singkat kata, saya pun ikut menjadi Panitia Perayaan 17-an, dan mulai sibuk rapat, belanja sana-sini, dan lain-lain.

Sebetulnya saya sudah kenal dengan sebagian remaja RT, karena di antara mereka banyak yang sudah menjadi teman main saya sejak kecil. Tapi sejak menjadi dewasa (alah bahasanya : p), saya sudah disibukkan dengan aktivitas di sekolah, sehingga tidak dekat lagi dengan mereka. Saat sama-sama menjadi Panitia 17-an inilah, kedekatan kita kembali dirajut. Kita sangat-sangat kompak, bagaikan sahabat dekat. Saat persiapan sebelum hari-H lomba-lomba, kita sering rapat bareng, membuat bahan-bahan untuk lomba sampai larut malam, dan belanja-belanja. Setelah lomba-lomba 17-an selesai diadakan, kita makan es krim bareng, lalu malamnya main PS2 bareng-bareng di tengah jalan. Iya, benar-benar main PS2 di tengah jalan di komplek rumah saya! Benar-benar pengalaman berharga yang tak terlupa.

Satu pengalaman unik yang tak bisa saya lupakan adalah saat saya untuk pertama kalinya ditilang oleh polisi. Cerita singkatnya begini:

  • Untuk persiapan lomba menangkap belut pada tanggal 17 Agustus sore harinya, saya dan teman saya satu lagi ditugaskan mencari belut pada siang harinya.
  • Tempat yang kita perkirakan menjual belut adalah Pasar Kemiri, hanya 5 menit naik motor dari komplek rumah saya. Dekat sih, tapi jalan raya menuju pasar itu dipenuhi polisi yang siap menilang pengendara kendaraan yang tidak waspada.
  • Singkat cerita, ternyata belut-belut di pasar itu sudah habis terjual. Salah kita juga sih, datang ke sana siang-siang, dan pas pada tanggal 17nya lagi. Tahu sendiri, lomba menangkap belut kan masih jadi primadona.
  • Dengan hati sedikit menyesal, keluarlah kita dari Pasar Kemiri untuk kembali ke rumah, memberi tahu panitia yang lain bahwa belutnya tidak ada. Di sinilah cerita penilangan ini terjadi.
  • Karena sedikit kecewa tidak mendapat barang yang dimaksud, ditambah lagi dengan keinginan buru-buru pulang karena hari sudah cukup siang, saya tidak melihat rambu dilarang belok kanan di pintu keluar Pasar Kemiri. Jadi ceritanya kendaraan bermotor yang keluar Pasar Kemiri harus belok kiri dulu, lalu memutar, jika ingin belok kanan.
  • Ya sudah, ternyata sudah ada Pak Polisi yang memberi lambaian tangan, seolah-olah ingin berkata, “Sini Mas!”.
  • Dan singkat kata lagi, saya pun diberikan surat tilang dan pemberitahuan untuk datang sidang di Pengadilan Negeri Kota Depok seminggu setelahnya. Saya tidak ingin masuk neraka dan membuat Pak Polisi itu masuk neraka, sehingga saya tidak membayar uang damai. Biarlah repot-repot sedikit, yang penting jujur, dan malah enak toh disidang, dapat pengalaman baru.

Alhamdulillah, rangkaian acara Perayaan 17-an di RT saya berlalu dengan sukses. Saya pun sangat bahagia akhirnya bisa juga berkontribusi aktif di lingkungan saya.

Unfortunately, itulah pengalaman pertama sekaligus terakhir saya menjadi panitia Perayaan 17-an di RT saya. Pada Perayaan 17-an tahun 2007 ini, saya tidak dapat ikut berkontribusi, karena di kampus saya (Fakultas Ilmu Komputer UI, -red), saya diberi amanah untuk menjadi ketua panitia (Project Officer/PO) kegiatan Masa Bimbingan Pembinaan Mahasiswa Baru Fasilkom UI 2007. Karena perlu sangat fokus di kampus, saya pun tidak bisa ikut bantu-bantu di RT saya.

Kenapa saya bilang itu adalah pengalaman terakhir di RT saya? Insya Allah dalam akhir tahun ini atau awal tahun depan, orang tua saya memutuskan untuk pindah rumah ke daerah Kebagusan, Jakarta Selatan. Sekedar informasi, rumah orang tua saya sekarang ini sudah sangat tidak cukup untuk menampung kedua orang tua saya dan 4 orang anaknya yang sudah besar-besar sekaligus. Alhamdulillah orang tua ada rezeki lebih untuk membeli rumah baru yang sedikit lebih luas di Kebagusan.

Sayonara teman-teman, pengalaman seru menjadi Panitia Perayaan 17-an tingkat RT ini insya Allah tidak akan saya lupakan.

Join the Conversation

4 Comments

  1. Wadu man….ck..ck..ck
    maju terus deh karang tarunanya..
    ane malah kebalikan, tahun ini malah gak aktif…cuma kalo temen2 di rumah butuh bantuan ane langsung bantu..beda sama tahun dulu yang aktif banget…

    semoga di kebagusan bisa ketemu tetangga yang enak man…
    awas lo..sarang banteng..hehehe…
    entar keseruduk lagi…

  2. wah semangat pantang mundur nyari belut yaaaaa. pasti keberadaanmu jadi kenagan manis buat tetanggamu ya. good luck dengan rumah di kebagusan yaa

  3. @franova
    nanti sarang bantengnya insya Allah ane jadiin sawah padi dan bulan sabit.. hehe..

    @maknyak
    iya, mudah2an temen-temen main saya sejak kecil nggak lupa saya ya.. minta izin blognya dilink ya bu..

    @bu juri
    silakan ibu juri.. selamat datang di blog saya.. mudah-mudahan saya dapet hasil terbaik ya bu.. minta izin blognya saya link juga ya bu..

Leave a comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: