(cc) photo credit: fromcolettewithlove
“Hanya yang sudah selesai dengan dirinya yang bisa berbuat untuk orang lain”. (Ibu Kasiyah M. Junus, Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia)
Merinding banget sampai netesin air mata waktu baca tiga artikel di Kompas Minggu, 30 Januari 2010 tentang Gerakan Indonesia Mengajar (artikelnya ini, ini, ini). Bagaimana bisa, mereka yang sebelumnya sudah punya kemapanan dan kehidupan serba berkecukupan di kota-kota besar, mau meninggalkan itu semua demi mengajar anak-anak SD di pelosok-pelosok tanah air?
Lalu bagaimana bisa, hanya lewat Twitter seorang mahasiswi mengumpulkan donasi puluhan juta rupiah untuk Merapi? Dan kenapa mau gadis ini jadi relawan ke Merapi dan menyeberang laut ke Mentawai? Juga bagaimana bisa seseorang remaja menginspirasi pemuda-pemuda di Indonesia untuk bergerak?
Lalu bagaimana bisa, banyak orang di luar sana, melakukan banyak hal yang sangat besar manfaatnya bagi orang lain? Dari jutaan penduduk Indonesia, kenapa cuma mereka yang bisa melakukan hal-hal besar itu? Kenapa mereka sangat menginspirasi?
Quotes Ibu Kasiyah muncul di pikiran gw. Ya, mereka sudah “selesai dengan diri mereka sendiri“.
Mereka tahu apa karakter mereka. Kelebihan dan kekurangan diri mereka. Apa potensi dan bakat yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Mereka sudah tahu apa tugas yang dibebankan kita di dunia ini oleh Tuhan.
Mereka sudah tahu apa yang menjadi passion mereka. Apa impian besar yang ada di kepala mereka. Juga apa nilai-nilai yang mereka yakini.
Kemudian mereka berpikir, “bagaimana aku bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain?”
—
Saat kita sudah tidak lagi dipusingkan dengan urusan remeh-temeh seperti “lagi BT”, urusan “berantem sama pacar”, urusan “mau nongkrong dimana malam ini”, urusan “gimana caranya biar nilai ujian bagus”, dan yang sejenisnya, artinya kita sudah selesai dengan diri kita sendiri.
Saat kita sudah “selesai dengan diri kita sendiri”, kita tidak akan terlalu banyak memikirkan masalah diri kita sendiri lagi. Kita pun mulai memikirkan masalah-masalah di sekitar kita.
Memikirkan yang memiliki berbagai kesulitan dalam hidup. Memikirkan yang tidak punya akses ke pendidikan. Memikirkan anak-anak yang harus berada di jalanan untuk menyambung hidup.
Memikirkan betapa tayangan televisi sangat tidak mendidik. Memikirkan betapa pornografi sudah sangat merusak. Memikirkan bagaimana para pemuda bisa bergerak menjadi motor perubahan. Memikirkan bagaimana cara supaya pengangguran berkurang.
Memikirkan ini, itu, semua masalah besar yang ada di dunia ini.
Alih-alih skeptis, pesimis, dan berpikir “yah, emang kaya gitu, mau diapain lagi?“, orang-orang yang telah selesai dengan dirinya malah memikirkan “Apa yang harus aku lakukan untuk mengatasi masalah-masalah itu?”
—
Semua bermula dari selesainya kita dengan diri kita sendiri. Selesai hanya memikirkan diri sendiri, kita pun memikirkan orang lain.
Lalu kita melakukan langkah awal yang kecil untuk menyelesaikan satu bagian yang jadi perhatian kita. Tanpa sadar, kita pun telah melakukan sesuatu yang membawa manfaat untuk orang lain, masyarakat, bangsa, dan dunia ini.
Sudahkah kamu berbicara dengan hatimu? Tanyalah, “Apakah aku sudah selesai dengan diriku sendiri?“
ane sudah berbicara dgn hati saya sendiri,dan saya belum selesai dgn diri sendiri,karna begitu bnanyak hal yg tidak saya mengerti π
mantap bang ilman. berarti harus secepatnya selesai dengan diri sendiri. π
Kalo teorinya, sama kaya teori kebutuhan maslow kak :p
Mengena sekali yaa *tulisan yang bagus :)…saya merasa belom selesai dengan diri sendiri, mau terus selesaikan urusan diri sendiri sekaligus berusaha memberi manfaat bagi yang lain…
Postingan menarik kak, ibarat buku, harus ‘menamatkan’ chapter diri sendiri dulu sebelum masuk chapter orang lain π
mas ilman akbar..terima kasih postingan yang ini…
sungguh menginspirasi buat saya
ijin bagi2 link ama note nya ya mas…untuk saya bagi2kan ke teman-teman
fakidusyya’ laa yu’thiy
(Yang tidak punya apa2, tidak bisa berikan apa2)
π
Mungkin bukan juga karena ‘selesai dengan diri sendiri’ tapi ada juga yang mungkin sengaja melupakan urusan diri sendiri dan lebih tertarik memikirkan urusan lingkungan sekitar.
Karena tak sedikit orang yang kukenal memberikan penuh dirinya kepada kepentingan orang banyak dibanding kepentingan dirinya sendiri, padahal dirinya belum terpenuhi kebutuhannya (setidaknya dari sisi pandang aku sendiri)
Trims.
menarik sekali ilman…
memang pada dasarnya segala hal harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan hal lain dan orang lain.
Subhanallah… inspiring sekali tulisan ini. Thanks bro π
*langsung bercermin*
nasihat bu Kasiyah selalu dalem :’)
beruntung banget jadi murid beliau :’)
mirip kayak yang dibilang pak Arief Munandar ya..
π
Lalu bagaimana dengan prinsip “Yang lebih penting dari teori adalah bertindak” bang ilman? Notabene kita jadi mengabaikan teori (menyelesaikan diri sendiri) dan lebih mementingkan tindakan (memikirkan orang lain)?
Mohon pencerahannya
hmmm.. kayanya saya agak kurang nangkep maksud pertanyaannya deh. boleh diperdalam ga ya?
terus juga, itu saya baru denger prinsip “Yang lebih penting dari teori adalah bertindak” sekarang ya
kalo terkait prinsip itu sih, yg saya tahu dan saya pegang, ilmu pengetahuan untuk melakukan suatu tindakan itu sama pentingnya dengan tindakan itu.
jadi kalo kita bertindak tanpa ilmu pengetahuan, yang kita lakukan itu malah merusak, bukan membangun. kalo kita tahu ilmunya doang tapi ga dilakukan, kita ga punya nilai manfaat untuk orang lain.
Hmm,kalau definisi ‘selesai dengan diri sendiri’ seperti itu, sepertinya saya sudah selesai dgn diri saya sendiri. Hanya terkadang bingung, saya passionate pd banyak hal. Dan bingung harus mendalami yang mana.
Hmm, tapi tulisan ka ilman dan kata2 bu kasiyah di kelas, sangat membuka mata, jadi mulai berpikir lagi.
*beruntung bisa kuliah di fasilkom π
alhamdulillah, bagus tuh..
passionate dengan banyak hal juga oke.. passion itu bukan cuma dalam 1 atau 2 hal aja loh π
Iya kak,tapi saya udah pernah denger quote bah kit a harus focus pada limited number of things, agar benar benares mendapat basil yang maksimal..
Wah sepertianya say a Akan ban yak nanny nih,,hehe
Wah banyak typo. Diulang deh.
Saya udah pernah denger quote bahwa kita harus focus pada limited number of things unless we got nothing..apa pendapat ka ilman tentang itu?
“Finish wirh Ourself!”, tegas banget ya kalimatnya. Merinding, karna kadang kita ‘berlagak’ peduli dengan yg lain (mungkin tmsk saya), tp masih sering pundungan. Atau mgkn bisa jg gitu, asal ‘diadukan’ ke Allah saja.