Biasanya saya nggak mau ngomentari politik. Yah, merasa nggak ada manfaatnya buat diri saya sendiri. Tapi kali ini saya mau curhat tentang Pak Jokowi yang sangat saya kagumi (walaupun dalam hati, tidak pernah dituliskan di media sosial milik sendiri ~ hey, it ryhmes!), yang sudah mendeklarasikan diri sebagai capres dari PDI-P di Pemilu 2014.
Tapi akhirnya saya menulis tentang ini karena seseorang mendukung saya untuk menyuarakan pendapat saya ini. Plus, saya warga Jakarta yang akan mendapatkan pengaruh dari apapun yang gubernur (dan wakil gubernurnya) lakukan, jadi saya merasa berhak mengeluarkan opini ini.
First of all, saya harus bilang bahwa saya tidak benci Jokowi, saya sangat menghormati sosoknya. Saat saya ke Solo urusan menulis buku tahun 2013, saya mendengar sendiri dari warga kecil di Solo testimoni mereka tentang Jokowi, bahwa dia memang sosok yang sangat dicintai rakyatnya. Perubahan yang ia lakukan di Solo itu memang benar kelihatan & diapresiasi rakyatnya, bukan cuma pencitraan media aja. Sejak saat itu saya yakin bahwa beliau memang benar sosok yang merakyat & dicintai rakyatnya.
Kemudian saat memimpin Jakarta bersama wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bulan-bulan pertamanya terlihat sangat meyakinkan. Sepak terjangnya, seperti yang diliput media, menimbulkan harapan baru bagi warga Jakarta, dengan gebrakan-gebrakan yang sebagian besar ditanggapi positif, bahwa kota ini akan menjadi tempat yang lebih layak untuk ditinggali. Ya, saya dan warga Jakarta yang lain sangat berharap kepada Jokowi dan Ahok agar Jakarta berubah.
Beberapa bulan kemudian, entah siapa yang memulai, media mulai merilis hasil dari lembaga survei ang menunjukkan keterpilihan figur Jokowi untuk menjadi calon presiden. Kemudian survei demi survei berikutnya terus dirilis, popularitas beliau terus menanjak naik. Opini publik seperti digiring untuk mengatakan, “Jokowi adalah calon pemimpin terbaik yang ditunggu-tunggu Indonesia.“
Setahun lebih memimpin (Detik.com masih menghitung hari keberapanya Jokowi-Ahok memimpin loh sampai sekarang!), akhirnya berita tidak mengejutkan itu datang: Jokowi menerima mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, untuk mencalonkan diri sebagai Presiden RI!
Dari situ, tanggapan pendukung Jokowi pun terbelah. Sebagian mendukung dia maju jadi presiden, sebagian lain seperti saya, tidak mau dia maju jadi presiden. Alasan utama yang tidak mau dia maju capres: selesaikan dulu tugasnya di Jakarta.
Alasan berikutnya adalah, dia belum tahu mau ngapain nanti saat jadi presiden. Apa visi misinya? Sejauh ini sih saya belum tahu, karena sepanjang yang saya tahu, dia menunggu hasil Pemilu legislatif 9 April 2014 dulu baru mulai memikirkan tentang presiden. Mau jadi presiden, tapi belum tahu mau ngapain sih Pak?
Kalau mengutip tulisan teman saya
Beberapa hari belakangan, sebuah lembaga skala nasional melakukan survei terhadap 330 profesor di seluruh kampus di Indonesia. Lembaga bernama Pol-Tracking besutan Hantha Yuda merilis hasil mencengangkan. Menurut survei itu Jokowi berada di posisi kedua setelah Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dinilai memiliki visi, kapasitas, dan kapabilitas sebagai Presiden RI. Lalu apa salahnya?
Biar kita sendiri yang tentukan letak salahnya dimana. Yang jelas survey ini pasti membuat sebagian dari kita tertawa. Lho kok bisa? Iya, gimana mungkin seorang Jokowi bisa berada di posisi kedua dan dianggap memiliki visi dan kapabilitas kebangsaan dan kenegarawanan. Pasalnya, dalam survei itu Jokowi mengungguli tokoh-tokoh nasional yang selama ini telah menjelaskan visinya kepada publik.
Soal visi misi, nyaris tak pernah sekalipun Jokowi menyampaikan gagasan besarnya saat ia nanti terpilih sebagai presiden. Dulu saat ditanya soal visi misi sebagai capres, ia hanya menjawab “ndak mikir” dan “ndak mikir”. Paling jauh, Jokowi hanya bilang, “jangan saling menjelekan, lebih baik adu program,” tapi tak pernah sekalipun ia sebut program apa yang ingin ia adu. Kembali ke pertanyaan sebelumnya, kok bisa dia disebut memiliki visi misi sebagai capres?
dari: Logika Berpikir Bergeser Ketika Survei Tak Jelas Bermunculan
Sebenarnya kita memilih pemimpin itu berdasarkan popularitas di survei dan media atau track record dan visi misi sih?
Katanya, kalau Jokowi maju jadi presiden, otomatis urusan Jakarta jadi beres, karena ini ibukota negara. Jadi dengan Jokowi jadi presiden, Jakarta juga tetap diurus, sepertinya janjinya.
Menurut saya, ini logika yang kurang tepat. Meskipun Presiden RI memang berkantor di Jakarta, tapi tanggung jawabnya sekarang ke seluruh Indonesia. Dia bakal blusukan ke seluruh penjuru Indonesia, bukan ke seluruh penjuru kampung Jakarta. Dan kalau ia harus memikirkan seluruh Indonesia, bagaimana dia akan bisa fokus dalam memperbaiki Jakarta dengan detail, seperti yang ia serta Pak Ahok lakukan di bulan-bulan pertamanya kemarin?
Saya rindu berita Jokowi yang melakukan sidak ke kecamatan/kelurahan, yang bisa menata Tanah Abang jadi tidak semrawut lagi, yang bekerjasama dengan pemerintah daerah sekitar Jakarta untuk menata biar banjir tidak terjadi lagi, dan seterusnya. Itulah yang memberikan kami harapan bahwa kota ini masih bisa diselamatkan.
Ada yang bilang, lebih baik kalau Jokowi mencalonkan diri jadi presiden tahun 2019 saja. Dia akan lebih matang, lebih punya wawasan, lebih punya ilmunya, dan pasti punya visi dan misi lebih jelas untuk bangsa ini setelah dia menyelesaikan jabatannya di Jakarta. Dan saya setuju dengan pernyataan itu.
Ya, hati nurani saya mengatakan bahwa lebih baik Pak Jokowi nyapres-nya nanti saja. Tahun 2019 kek, tahun 2024 kek. Pokoknya nanti, biar tahun-tahun ini dia fokus ke Jakarta dulu saja, memenuhi harapan dan tanggung jawab dari sebagian besar rakyat Jakarta yang memilihnya.
Mohon kawan-kawan juga bisa mendengarkan kata hati kita sendiri, jangan terpengaruh opini media, apalagi survei-survei yang kita nggak tahu apa tujuan dan latar belakang dari sang pembuat survei itu.
Demikian curhat saya, sebagai penutup, saya mau sharing lagi tulisan teman saya: Logika Berpikir Bergeser Ketika Survei Tak Jelas Bermunculan.
Kembali ke soal survei, mengapa 330 profesor alias guru besar itu memilih Jokowi sebagai Capres dengan skor kedua tertinggi di antara tokoh nasional lain? Ada dua kemungkinan. Pertama, para guru besar ini lupa tentang makna objektif dan subjektif. Sebagai seorang ilmuwan harusnya mereka menilai seseorang berdasarkan kerangka keilmuan yang bisa ia pertanggungjawabkan. Kalau seorang guru besar memilih berdasarkan subjektifitas, atau karena suka atau tidak suka, like and dislike, lalu apa bedanya para profesor dengan sopir angkot? Jika ini yang terjadi, nampaknya tugas pemerintahan ke depan lebih berat, yaitu melahirkan para guru besar yang objektif terhadap keilmuannya.
Atau kemungkinan kedua, survei itu sengaja untuk membodoh-bodohi masyarakat dan menggiring opini publik untuk memilih capres semata berdasar popularitas. Atau bahasa lugasnya, survei ini adalah survei pesanan untuk mempoles Jokowi yang sekedar mengandalkan popularitas itu. Kalau ini yang terjadi, lembaga survei bekerja untuk pihak ketiga kita cuma bisa berdoa, “Aku memohon perlindungan Allah dari godaan syetan dan survei yang menyesatkan!” Amin.
Photo Credit: U.S. Embassy Jakarta, Indonesia via Compfight cc
Di antara calon presiden yang ada, apakah ada yang lebih capable dibandingkan Jokowi? Andai saja Jokowi tidak maju jadi capres, kak ilman prefer untuk memilih siapa? Dan apa visi misinya? 🙂
pertanyaan “lebih capable dibandingkan Jokowi” sepertinya kurang tepat, karena Jokowi pun belum tentu capable bukan? setidaknya, sampai titik ini belum kelihatan track recordnya memimpin sebuah daerah yang besar 🙂
tentang memilih capres, terus terang belum ada yang meyakinkan, semua jelas ada minusnya yang bikin “nggak banget”
saya memilih wait and see sampai benar2 semua capres diresmikan oleh KPU, baru kita bandingkan lagi. kalo bener2 semuanya nggak ada yang ideal, kita pilih aja yang jeleknya paling sedikit 🙂
terimakasih sudah komentaar
Iya, saya juga merasa sayang banget kalau jokowi maju nyapres sekarang.. nanti jakarta gimana dong? 🙁 huhuuu..
lalu, bagaimana dengan Prabowo? Karena rupanya mulai muncul info2 baru yang gak tau benar atau salah. Bahkan uniknya Bondan Winarno “Maknyus” memberikan statement yang mengejutkan!
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/28/270566235/Cuit-Bondan-Maknyus-Bela-Prabowo-Soal-Penculikan
http://www.merdeka.com/politik/bondan-winarno-bantah-isu-miring-soal-prabowo-di-twitter.html
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/03/29/n36syg-bondan-maknyus-bela-prabowo-salahkan-wiranto
Jadi gimana dong??
kalo buat calon presiden, tunggu aja hasil pileg, dan tunggu pengumuman resmi dari KPU nanti ya, baru kita pilih the best worst, yg terbaik dari yang terburuk..