Semalam, saya hadir lagi di kumpul-kumpulnya komunitas penggiat dunia digital khususnya social media, namanya Social Media Strategist Club, atau biasa kita semua sebut sebagai #SMSChore. Saya bisa bilang, semalam adalah salah satu sesi #SMSCHore paling insightful. Let me show you why.
Sesi semalam menghadirkan pembicara tunggal, Pavel Bulowski, ASEAN Regional Sales Manager, Socialbakers. Buat yang belum tahu, Socialbakers itu salah satu tools analytics social media yang paling powerful dan paling banyak dipake oleh agency atau brand buat memantau social media.
Dan inilah poin-poin yang gw tangkap dari #SMSChore semalam. Maaf kalau tidak terlalu lengkap, lengkapnya bisa cek Twitter stream-nya di #SMSCHore.
Social media adalah mengenai “people interacting with people”
Jadi salah banget kalau ada perusahaan atau siapapun yang masuk di social media terus cuma broadcast satu arah.
Setiap pemasar harus as social as possible.
Dan hal yang penting adalah, 80% traffic yang ada di mobile adalah untuk aktivitas social media! Namun sayangnya, umumnya brand lebih banyak spend budget untuk periklanan tradisional (TV, cetak, radio), sementara sebagian besar waktu audiensnya habis untuk menatap layar gadget & komputer/laptopnya.
Ada tiga level perusahaan masuk di social media marketing
Level 1: early stage. Di tahap ini, perusahaan baru sekedar kenal dengan socmed, baru masuk di beberapa socmed untuk posting konten (status, gambar, dsb) dan berinteraksi, serta mulai “mendengar” apa kata target pasar mereka. Report-nya pun yang basic aja. Sekitar 80% dari yang pernah disurvei Socialbakers ada di level ini.
Level 2: socially devoted. Perusahaan mulai memanfaatkan socmed untuk customer care (menjawab pertanyaan, mengatasi komplain), mengembangkan konten yang lebih baik lagi, dan mulai memakai analytics tools untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam. Sekitar belas-belasan % perusahaan ada di level 2.
Level 3: socially native. Di level ini, social media sudah jadi bagian terintegrasi dengan bisnis, karena keberhasilan social media mereka diukur dengan seberapa tercapainya business objective. Selain itu, seluruh karyawan juga aktif di socmed dan menjadi brand ambassador perusahaan itu. Contoh sukses adalah Air Asia, yang CEO-nya (Tony Hernandes) dikatakan sebagai salah satu CEO paling social di dunia. Tapi cuma 1% perusahaan di dunia yang begini.
Gunakan social media untuk customer care, itu lebih murah dibandingkan media lain!
Ini adalah hal menarik yang saya baru tahu semalam. Kenapa lebih murah dibandingkan dengan customer care via email, call center, atau yang lain? Karena di social media, satu jawaban bisa dilihat/dibaca oleh banyak orang, sehingga tidak perlu ada waktu & tenaga terbuang untuk memberikan jawaban yang sama persis ke setiap orang.
Telkomsel adalah salah satu perusahaan Indonesia yang oke banget memanfaatkan social media untuk customer care.
Kisah kurang sukses tentang customer care via social media diceritakan terjadi pada akun resmi console game Xbox. Para pelanggan mengirimkan pertanyaan ke akun resmi Xbox, sementara mereka sebenarnya punya akun Xboxcare untuk menangani hal itu. Hasilnya, ada belasan ribu komplain/pertanyaan yang tidak terjawab oleh akun resmi Xbox itu, dengan response rate cuma di bawah 10%. Berapa puluh ribu dolar yang terbuang karena komplain tak terjawab ini?
Sebagian besar perusahaan masuk di social media, karena… yang lain juga masuk di sana
Nggak heran sebagian besar perusahaan masih di level 1 yang early stage tadi, karena pemahamannya masih sebatas itu.
Social media itu harusnya di-align dengan strategi dan tujuan bisnis perusahaan.
Jenis industri yang perusahaannya paling sosial itu: 1. Telecommunication (provider), 2. Airlines, 3. Finance (bank). Kalau perusahaan sudah masuk di level 3, mereka akan menggunakan tools untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya untuk mengetahui sejauh mana mereka berhasil memanfaatkan social media untuk mencapai tujuan bisnisnya dan membuat keputusan berdasarkan data tersebut.
Jumlah konten yang bertebaran di social media semakin banyak, makanya organic reach turun
Kata Pavel, tahun 2009 dulu setiap brand page di Facebook menciptakan rata-rata 7 postingan status per bulannya. Tahun 2013 lalu, meningkat pesat jadi 40 per bulan! Dengan rentang perhatian yang sama, target audiens dijejali dengan semakiiin banyak konten. Makanya algoritma newsfeed di Facebook hanya menampilkan status dari page atau teman-teman yang paling relevan dengan kita, lebih banyak status teman/page yang nggak tampil.
Semakin ke sini, organic reach di FB semakin turun.
Rekomendasi untuk perusahaan dalam memanfaatkan social media
Terakhir, Pavel memberi tiga rekomendasi:
Saran #1: fokus pada paid reach di social media (Facebook/Twitter/YouTube). Karena organic reach tadi turun terus, perusahaan cukup mengeluarkan sedikit budget untuk beriklan di social media, lebih banyak reach akan didapat.
Saran #2: ciptakan segmentasi audiens, ciptakan konten yang berbeda sesuai audiensnya. Jadi nggak bikin satu konten untuk semua. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara konten dengan target audiens.
If now “content is King”, in future content will be DICTATOR
Saran #3: cobalah terus semua, baik platform, konten, maupun cara berkomunikasi, termasuk coba untuk beriklan. Teknologi baru akan terus bermunculan, perusahaan harus catch up dengan semua kebaruan itu.
—
Ini slidenya:
[slideshare id=36190279&w=427&h=356&style=border:1px solid #CCC; border-width:1px 1px 0; margin-bottom:5px; max-width: 100%;&sc=no]
Kurang lebih demikian hasil penangkapan radar saya tentang event semalam. Thanks berat buat panitia yang udah rutin tiap dua bulan sekali bikin beginian. Buat teman-teman yang mau ngerti tentang dunia social media khususnya dan dunia digital umumnya, bisa join ke group Facebook Social Media Strategist Club, lalu tunggu approval.
See you on next #SMSCHore!
Leave a comment