Udah Miskin, Ngerokok Pula. Ga Heran Nggak Kaya-kaya..

Sorry to say, bukannya nggak peduli atau nggak empati dengan kaum miskin, tapi gimana mau kaya, kalau hal-hal nggak penting seperti ngerokok tetep dilakukan?

Gw bukan perokok (dan insya Allah tidak akan menjadi perokok), jadi gw nggak tahu berapa harga sebatang atau sebungkus rokok. Tapi, secara common sense, bukankah lebih baik uang buat rokok itu dialokasiin untuk ditabung sebagai modal usaha, atau paling tidak untuk makan?

Hhah, gimana pengangguran atau orang miskin di Indonesia mau berkurang, orang mereka yang belum kaya aja berani-beraninya sombong nghabisin uang secara sia-sia, padahal mereka pasti butuh uang itu..
~Abis nonton acara Balada di Trans TV, Selasa, 17 Juni 2008 jam 11 kurang. Ceritanya tentang pawang monyet yang miskin, dan mencari uang untuk membiayai pelatihan monyetnya dengan memulung. Ada banyak scene dimana dia sedang bicara mengharukan, tapi sambil megang rokok yang lagi berasap.. Hiss, ironi..

~Gw juga miskin, belum punya penghasilan tetap, makanya gw nggak mau ngabisin uang gw secara sia-sia..

Join the Conversation

5 Comments

  1. iya ‘Man.. sedih jg ya..
    ternyata perkataan “tak ada kata terlalu miskin utk menjadi pecandu rokok” ternyata benar..

    bahkan menurut survey, besar biaya konsumsi rumah tangga miskin untuk tembakau adalah 8 kali lipat untuk biaya pendidikan… 🙁
    (http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/05/31/01184043/naikkan.cukai.rokok)

    kayaknya kalo dana utk rokok dialihkan ke hal-hal yang lebih berguna, Indonesia sedikit banyak bisa lebih cepet maju..

  2. Soalnya pemerintah sangat menikmati cukai itu. Jadilah kembali pemerintah berlaku sebagai (maaf) ‘banci’. Di satu sisi menuju “Indonesia Sehat 2010”, di sisi lain (menurut pendapatku) nggak rela kehilangan pendapatan dari cukai itu.

    Beranilah, seharusnya. MUI, misalnya. Bukantah rokok itu bisa diteliti, seberapa banyak manfaatnya (termasuk soal cukai tadi), seberapa banyak musibahnya (nggak usah ditulis, di setiap bungkus ada sedikit di antaranya. Nggak tau kenapa masih dibeli juga).

    Saran buat perusahaan2 pembuat rokok. Kalau mau membuat iklan layanan masyarakat, nggak usah repot2 mbikin di gunung ini itu, laut sana sini, mbayar sutradara anu dan itu. Cukup perbesar tulisan “Peringatan bla bla bla…” itu, dan tulis pula, “disponsori oleh [nama pabrik]”. Mudah, murah, dan nggak akan memengaruhi penjualan.

    Lha, di setiap bungkus juga udah ada dan nggak pernah dibaca kan?

    /* maap kalau tulisannya kasar */
    /* Duh, CAPTCHA-nya… */

  3. sangatlah merugi manusia yang tidak bisa berubah, merubah dirinya sendiri.

    sama, ane juga belum memiliki penghasilan sendiri, namun kenapa mereka betah merokok? Asap kok di isep? Edan

  4. gw sedikit maklum kalo the poor masi banyak yg ngerokok. Satu2nya pleasure tuh , dengan ngerokok mereka bisa sedikit melupakan masalah hidup (walaupun semu sih). Dan sebagai pecandu makanan, saya tau rasanya ketagihan ato kecanduan atau sakau. Saya suka ngerasa sakau kalo lama gak ngemil makanan (duh apaan sih).

    Makanya, mungkin solusi yang paling tepat pemerintah menaikkan harga rokok biar gak kebeli para warga miskin. Biar duit yg tadinya dialokasikan buat rokok bisa buat yang lain.

    there’s no other way kalau menurut saya, mau penyuluhan sampe mulut berbusa juga ga mempan. Rokok emang bener2 guilty pleasure men..

Leave a comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: